anggota komisi iv dpr ri, ian p siagian, menyatakan kiranya rancangan undang-undang pemberantasan perusakan hutan (ruu p2h) amat rawan dikomersialisasikan.
pasal 43 ayat 3 ruu p2h berbunyi barang bukti kayu sitaan hasil pembalakan liar dan berasal daripada luar hutan konservasi dapat dilelang sebab mampu segeralah rusak ataupun biaya penyimpanannya begitu tinggi.
kata bisa dalam pasal tersebut sangat memungkinkan terjadinya komersialisasi. seharusnya barang bukti sitaan kayu itu dipakai supaya kepentingan sosial. ini yang aku tentang, tutur ian dalam gedung mpr/dpr/dpd ri, jakarta, kamis.
disampaikan dengan politisi partai demokrasi indonesia perjuangan (pdip) itu, ruu p2h dan berawal dari uu pencegahan, perusakan, pembalakan liar mau disahkan selama tanggal 2 april 2013.
saya harapkan untuk komisi iv dpr ri langsung menghapus kata bisa itu sehingga tak terjadi komersialisasi, katanya.
ian mengusulkan, berubahnya redaksional atas pasal 43 ayat 3 itu adalah barang bukti kayu sitaan hasil pembalakan liar dari luar hutan konservasi mampu dilelang sebagai barang sitaan pro justicia yang wajib dipertanggungjawabkan dimana semua ongkos pelelangan dibebankan selama keuangan negara yang terpisah dari kualitas pelelangan.
selama periode 2004-2009, data laju deforestasi yang dikeluarkan dengan kementerian kehutanan sampai 1,7 juta hektar per tahun. sementara berdasarkan the un food juga agriculture organization menyebutkan, kasus deforestasi indonesia per mei 2010 sekitar 500 ribu ha per tahun.